Me and daughter

Akrab bersama Silda

2nd Anniversary STUCK

Let's go to #BribikComedy

Friday, December 7, 2007

KITA KALAH LAGI.

Cabang olahraga paling diminati penonton dalam Sea Games 24 di Thailand, Sepakbola, tidak menyisakan tempat untuk Tim Indonesia di laga Semi Final. Semalam, Indonesia (lagi-lagi) kalah dari Thailand dengan skor 1-2. Asal tahu aja, timnas kita tidak pernah menang melawan Thailand sejak meraih medali emas Sea Games tahun 1991 di Manila, Philipina tahun 1991 enam belas tahun yang lalu. Bayangkan, 16 tahun yang lalu. Itu saja menang lewat adu penalty yang banyak unsur keberuntungannya. Setelah itu prestasi tim sepakbola kita paling tinggi meraih peringkat kedua pada Sea Games tahun 1997 di Jakarta dan harus menerima kenyataan kalah Adu penalty dengan Thailand. Padahal mereka hanya bermain dengan 10 orang. Kenyataan ini menambah panjang daftar kegagalan tim sepakbola kita di kancah internasional. Di level paling kecil saja gagal, ya wajar saja kita ‘dibantai’ terus di level yang lebih tinggi. Apa yang salah dengan sepak bola kita?

Penonton?fanatik dan berjubel. Liga?jalan terus. Bibit muda? Gak pernah habis. Klub? Wah, terbanyak di Asia. Dana? Yah, mungkin itu masalahnya. Sampai-sampai ketua umum PSSI menjadi tahanan saja tidak ada yang berani mengganti karena saying dengan kantongnya yang tebal. Kalau organisasinya saja dipimpin penjahat, gimana mau mendapat rahmat?

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari tim-tim lawan di arena Sea Games kali ini. Masalahnya ada pada motivasi para pemain yang rendah. Lagi-lagi soal bonus. Saya ingat sebelum pertandingan melawan Thailand dimulai, seorang pembawa acara di TV bertanya pada Manajer Timnas apakah sudah disediakan bonus untuk pemain jika lolos ke semi final? Ternyata manajer timnas tidak bisa memberi kepastian yang jelas soal bonus pemain. Akhirnya, tim yang garang serta tangguh saat berlatih di Argentina jadi ompong di laga yang sesungguhnya. Nasib..nasib..mungkin menjadi pecundang memang tradisi sepak bola kita.

Ngomongin cabang lain? Males. Paling juga sama.

Sunday, December 2, 2007

HARI AIDS SEDUNIA atau HARI KONDOM SEDUNIA?

Katanya minggu ini dicanangkan sebagai PEKAN KONDOM dalam rangka memperingati hari AIDS se-dunia. Saya pribadi tidak pernah terlibat aktif dalam kampanye anti AIDS yang hampir selalu ada setiap tahun. Bukan tidak ada yang mengajak, tapi tidak sreg aja dengan model kampanye yang selalu dilakukan oleh para aktifis.bagaimana tidak, setiap kampanye anti AIDS selalu saja kondom menjadi senjata andalan yang ‘konon’ mampu menekan penyebaran virus HIV/AIDS.

Di Kabupaten Sukoharjo saja kampanye anti AIDS membagikan 5.970 kondom dalam puncak peringatan hari AIDS se-dunia. Itu belum di kota-kota lainnya di seluruh dunia. Coba hitung berapa buah kondom yang dibagikan secara gratis hari ini jika setiap kota di seluruh dunia membagikan jumlah yang serupa.

Kata para aktifis AIDS, pembagian kondom ini merupakan upaya pendidikan dan ‘promosi’ pemakaian kondom untuk menekan meluasnya penularan virusHIV/ AIDS.

Pembagian kondom ini biasanya diiringi dengan pembagian selebaran yang sasarannya seringkali melibatkan anak-anak muda usia SMA. Coba pikir, anak-anak SMA kalau sudah pegang kondom untuk apa? Jelas bukan untuk ditiup lalu dijadikan balon sebagai wahana kampanye kan? Kita tahu kondom itu digunakan untuk apa.

Coba kita bayangkan saat si fulan pulang dari sekolah tiba-tiba ia dicegat serombongan aktifis lalu diberi sebuah kondom apa yang akan terlintas dipikiran si fulan? Buat apa kondom ini? Akhirnya si fulan akan tergerak untuk menggunakan barang itu sesuai dengan fungsinya yang seharusnya belum boleh dilakukan oleh anak seusianya. Artinya, si fulan yang semula tidak punya niat aneh-aneh jadi punya hasrat untuk melakukannya karena di tangannya sudah ada media yang mendorong untuk melakukan hal tersebut. Ironisnya, kampanye anti AIDS seringkali kontradiktif dengan kampanye anti free sex yang dikumandangkan oleh aktifis yang sama.

Artinya, kampanye anti AIDS dengan mempromosikan kondom sama dengan mengajak anak-anak sekolah untuk belajar menggunakan kondom. Dalih edukasi kepada remaja tentang bahaya AIDS justru merangsang mereka untuk mencoba seperti apa asyiknya menggunakan kondom. Saya kadang berpikir apakah tidak ada cara lain yang lebih bermartabat dalam memperingati hari AIDS se-dunia?

Lucunya lagi, kalau mereka dianggap mengampanyekan free sex juga nggak mau. Padahal jelas arahnya memang kesana.

Hal ini diperparah dengan sikap cuek masyarakat terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan dari gerakan kondomisasi ini. Sementara kelompok-kelompok yang menentang gerakan ini selalu kalah pamor karena gerakan kondomisasi yang bersembunyi dibelakang gerakan anti AIDS ini ternyata didukung pula oleh pemerintah.

Jika kita masih saja cuek dengan masalah ini, bersiaplah melihat degradasi moral yang akan menimpa anak cucu kita di masa mendatang.