Monday, August 16, 2010

SULTAN DAN SEORANG SUFI



Seorang sultan yang terkenal kejam dan arogan, bersama rombongan para menterinya, sedang melewati hutan belukar. Di tengah hutan, mereka melihat seorang darwis sufi duduk santai di bawah pohon yang lebat. Darwis itu sepertinya berada dalam alamnya sendiri dan tidak memperhatikan rombongan sultan.

Ego sultan terusik, ia memanggil perdana menterinya, ”Lihat, begitu arogannya si darwis itu. Dasar tidak berpendidikan.”

Perdana menteri langsung memahami maksud sultan. Ia menghampiri sang Darwis, ”Darwis, mungkin kau tidak kenal, yang sedang lewat itu Baginda sultan.” ia mengharapkan darwis langsung bangun dan menyampaikan salam hormatnya kepada sultan.

Ternyata ia salah. Masih dalam keadaan duduk, sambil meluruskan kakinya, sang Darwis justru bertanya, ”Aku tahu, aku tahu ia seorang sultan lantas apa yang kau harapkan dari aku?”

”Sepatutnya kau maju ke depan dan menyampaikan salam hormatmu, darwis,” kata menteri.
Tanpa meninggalkan tempatnya, sang darwis menjawab, ”Mereka yang membutuhkan sesuatu dari sultan, biar mereka yang menyampaikan salam hormat mereka. Aku tidak membutuhkan sesuatu dari dia. Lagipula, ia harus ingat bahwa seorang penguasa berkewajiban untuk melayani rakyatnya. Sebaliknya, rakyat tidak berkewajiban untuk melayani para penguasa. Apabila ia ingin dihormati, ia harus berperilaku demikian, sehingga rakyat dengan sendirinya akan menghormati dia. Ia tidak perlu menuntut salam hormat dari rakyatnya.”

Rasa hormat tidak bisa dipaksakan, tidak bisa dituntut. Apabila kita ingin dihormati, maka perilaku kita harus ”terhormat”. Apabila ingin dicintai, kita harus bisa mencintai terlebih dahulu. Khususnya merea yang berkuasa yang menjadi pemimpin, hendaknya tidak terpejam dan selalu ingat bahwa mereka berada pada posisi itu untuk melayani, bukan untuk dilayani.
(Sadi El-Shiraz)

0 comments: