Me and daughter

Akrab bersama Silda

2nd Anniversary STUCK

Let's go to #BribikComedy

Thursday, December 11, 2008

MELURUSKAN FITNA - BAGIAN 2


Ayat kedua yang merupakan fitnah film Fitna adalah firman-Nya:
Photobucket

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus,Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan siksa. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS . A N-NISAA’ [ 4]: 56

Ayat di atas diperdengarkan oleh film Fitna hingga firman-Nya: (Photobucket) li yadzuuqul’adzaab /supaya mereka merasakan siksa sambil menayangkan juga terjemahannya yang yang menyatakan:

”Those who have disbelieved our signs, we shall roost them in fire. Whenever their skins are cooked to a turn, we shall substitute new skin for them. That they may feed the punishment. Verify Allah in a sublime and wise.”

Itu semua disertai dengan penayangan seorang Muslim yang berpidato berapi-api sambil menghunus pedang, untuk mengajak berjihad disertai dengan teriakan Allahu Akbar. Selanjutnya ditayangkan suatu wawancara dengan seorang bocah perempuan Muslimah” yang ditanyai tentang orang-orang Yahudi dan dijawab olehnya bahwa mereka itu adalah monyet-monyet dan babi-babi. Setelah ditanyai siapa yang menyatakan demikian, sang bocah menjawab: “Allah.”

Tidak jelas mengapa QS. an-Nisaa’ [4]: 56, yang mereka pilih untuk memfitnah. Boleh jadi hal tersebut mereka maksudkan untuk membuktikan bahwa Allah yang disembah kaum Muslim memerintahkan untuk menyayat kulit orang-orang kafir dan membakar mereka hidup-hidup, lalu membiarkannya hingga sembuh dan mengulangi lagi pembakarannya! Atau bisa juga tujuan mereka adalah menggambarkan betapa kejam Tuhan yang disembah oleh kaum Muslim dalam penyiksaan-Nya.

Benarkah demikian? Jelas tidak! Bukan saja karena ayat di atas tidak berbicara tentang siksa duniawi, tetapi berbicara tentang sesuatu yang dapat terjadi kelak di dalam neraka yakni di akhirat. Bukan hanya karena itu, tetapi juga karena dengan jelas ada larangan Nabi Muhammad saw. untuk menyiksa siapa pun dengan api, sesuai sabdanya:

Photobucket

“Tidak ada yang boleh menyiksa dengan api kecuali Tuhannya api (yakni Allah)” (HR. Abu Daud melalui Hamah al-Aslami).

Sekali lagi, ayat di atas berbicara tentang siksaan yang diancamkan terhadap orang-orang kafir kelak di Hari Kemudian. Itu pun oleh sementara ulama tidak dipahami dalam arti hakiki. Firman-Nya: “Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain,” mereka pahami dalam arti setiap orang kafir yang disiksa itu menduga bahwa siksa atas mereka telah berakhir atau akan berakhir dengan hancurnya kulit dan jasmani mereka, Allah menganugerahkan lagi kepada mereka hidup baru yang menjadikan siksa atas mereka berlanjut sampai waktu yang dikehendaki-Nya. Sebagian ulama lain memahami ayat di atas dalam arti hakiki sambil menyatakan bahwa ayat di atas merupakan ancaman. Pemahaman mereka dikuatkan oleh temuan ilmuwan yang membuktikan bahwa saraf yang tersebar pada lapisan kulit merupakan yang paling sensitif terhadap pengaruh panas dan dingin. Atau dengan kata lain, kulit adalah alat perasa yang paling peka.

Jika demikian, apakah ayat di atas mengantar siapa pun untuk berkata, apalagi membuktikan, bahwa Allah swt., Tuhan yang disembah oleh kaum Muslim, adalah Tuhan yang kejam? Jelas juga tidak boleh demikian! Karena ayat ini dan yang semacam ini merupakan ancaman yang belum tentu terjadi sebagaimana yang dilukiskan itu, karena Allah, Tuhan Yang dipercayai oleh kaum Muslim adalah Tuhan Yang Maha Pengasih, yang Rahmat-Nya menyentuh segala sesuatu sebagaimana berkali-kali dinyatakan oleh al- Qur’an dan Sunnah.

Ancaman adalah salah satu bentuk pendidikan yang digunakan guna mencegah mereka yang bermaksud buruk melangkah menuju keburukan. Agama-agama menggunakan hal tersebut. Di sisi lain, perlu diketahui bahwa yang mengancam dengan siksaan berupa api, bukan hanya Islam. Nabi Isa as. pun yang dikenal luas merupakan sosok yang penuh kasih sayang menggunakannya sebagai ancaman. Bacalah misalnya Injil Matta 13 49, yang menyatakan:

“Demikian juga pada akhir zaman, Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”

Apa yang digambarkan oleh agama-agama—baik melalui kitab suci, lebih-lebih melalui uraian pemuka-pemukanya— kesemuanya menggambarkan siksa dengan gambaran yang sangat menakutkan. Bacalah uraian Will Durant, sejarahwan Amerika (w.1981 M) dalam bukunya The Story of Civilizations, di mana dia banyak mengangkat kepercayaan orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang siksa neraka, dan bagaimana ancaman neraka dapat menggugah orang untuk melaksanakan kebaikan. Baca juga The Divine Comedy karya Dante, Penyair Italia (1265-1321 M), niscaya bulu roma siapa pun akan berdiri saat membaca aneka siksa neraka yang dilukiskannya.

Agama menggarisbawahi bahwa kehidupan ini adalah tempat menanam benih, sedang akhirat adalah tempat menuainya. Jangan berkata bahwa yang dilakukan oleh yang berdosa hanya sedikit atau sesaat, sehingga mengapa harus demikian besar dan lama siksa yang dialaminya? Jangan berkata demikian, karena itu serupa dengan pertanyaan: Mengapa sekadar melempar sebiji benih di tanah, hasilnya adalah pohon yang rimbun dengan ribuan buah? Demikian juga halnya balasan amal buruk dan siksa di neraka.

Tetapi, mengapa harus memfokuskan pandangan ke siksa, bukankah agama juga menggambarkan surga dengan kenikmatannya yang luar biasa?

Agama enggan menjadikan manusia larut dalam harapan, tetapi dalam saat yang sama, agama juga tidak menginginkan manusia berputus asa, karena itu digabungnya kedua hal tersebut antara lain melalui harapan surgawi dan ancaman neraka. Sungguh Allah Maha Bijaksana.

Siapa yang membaca ayat-ayat siksa dalam al-Qur’an dan membaca juga ayat-ayat kenikmatan surgawi, dia akan menemukan bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya, surga-Nya jauh lebih luas daripada neraka-Nya, dan bahwa aneka kebajikan yang melimpah dari-Nya, mampu untuk memenuhi alam raya sehingga pada akhirnya—tidak mustahil suatu ketika—neraka tidak lagi memiliki tempat, atau bahwa ia adalah tempat penyiksaan tetapi ia (dikatakan) siksa jika dibandingkan dengan surga yang sedemikian indah dan menyenangkan. Seorang yang membandingkan perjalanan melelahkan dengan bus tanpa AC dengan perjalanan dengan pesawat udara di First Class pula akan berkata bahwa bepergian dengan bus adalah siksaan. Namun, bila perjalanan dengan bus itu dibandingkan dengan berjalan kaki di tengah teriknya panas, maka perjalanan dengan bus akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Atau Anda dapat berkata bahwa rahmat Allah yang demikian besar membatalkan siksa yang beraneka ragam itu sebagaimana polisi menjinakkan bom yang dipasang untuk meledak.

Al-Qur’an melukiskan bahwa melakukan satu keburukan balasannya hanya satu, sedang melakukan satu kebaikan menghasilkan sepuluh ganjaran (baca QS. al-An‘am [6]: 160). Seandainya masing-masing dari kebaikan dan keburukan itu memperoleh satu balasan/ ganjaran, maka itu merupakan keadilan, tapi curahan rahmat-Nya sangat melimpah sehingga seseorang yang melakukan sepuluh keburukan dan hanya satu kebaikan, maka ia tetap memiliki harapan untuk selamat, bahkan menghuni surga. “Sungguh celaka siapa yang memiliki satu, tapi mengalahkan yang sepuluh”, demikian ungkap sementara sahabat Nabi saw.

Begitu gambaran atau katakanlah harapan yang dilahirkan oleh keyakinan bahwa Allah Maha Pengasih, rahmat kasih sayang-Nya mengalahkan amarah-Nya. Sebaliknya surga pun demikian, kenikmatan yang digambarkan al-Qur’an tidaklah sepenuhnya sama dengan apa yang akan dialami di sana. Di sana terdapat banyak hal yang belum pernah terlihat oleh mata, atau terdengar oleh telinga, serta terlintas dalam benak. Tetapi untuk menggambarkannya, bahasa manusia bahkan benaknya, tidak mampu melukiskan dan mencernanya, sehingga yang digambarkan hanyalah kenikmatan tertinggi yang mampu dilukiskan oleh kata-kata dan yang terjangkau oleh benak manusia.

Satu lagi yang perlu dikomentari dari bagian film ini, yaitu tayangan bocah yang ditanya tentang orang Yahudi. Terlepas apakah yang ditanya benar-benar seorang anak Muslimah atau bukan, tetapi biarlah kita berandai bahwa memang demikian itu halnya. Namun, perlu diketahui bahwa selama ini penduduk Palestina merasa sangat tertindas oleh Negara Yahudi, Israel. Wilayah mereka direbut, pemuda-pemuda mereka ditahan dan dibunuh, mereka hidup di tenda-tenda pengungsian sejak puluhan tahun yang lalu. Ini menjadikan para orang tua mereka mengajarkan kebencian terhadap orang-orang Yahudi, dan tidak mustahil mereka menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang mengecam sebagian orang Yahudi sebagai pembenaran atas kebencian itu. Dalam konteks penamaan mereka sebagai kera dan babi, harus diakui bahwa memang ada ayat al-Qur’an yang menyatakan:

Photobucket

“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antara kamu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina” (QS. al-Baqarah [2]: 65).
Photobucket

Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepada kamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera-kera dan babi-babi dan (orang yang) menyembah thaghut?’ Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus” (QS. al-Maidah [5]: 60).

Beberapa hal perlu dicatat, dalam memahami ayat-ayat di atas:

Pertama: Firman-Nya “Dijadikan kera-kera dan babi-babi” tidak harus dipahami dalam arti mengubah fisik mereka sehingga berbentuk kera dan babi, tapi dapat juga dipahami dalam arti kiasan. Yakni sifat-sifat mereka adalah sifat kera dan babi. Kera adalah satu-satunya binatang yang selalu terlihat auratnya, karena auratnya memiliki warna yang menonjol berbeda dengan seluruh warna kulitnya. Di sisi lain, kera harus dicambuk untuk mengikuti perintah. Demikianlah sementara orang-orang Yahudi yang dikecam oleh al-Qur’an. Mereka tidak tunduk dan taat kecuali setelah dijatuhi sanksi atau diperingatkan dengan ancaman. Selanjutnya, babi adalah binatang yang tidak memiliki sedikit pun rasa cemburu, sehingga walau betinanya ditunggangi oleh babi yang lain ia tak acuh. Hal ini juga merupakan sifat sebagian orang Yahudi. Rasa cemburu hampir tidak menyentuh mereka.

Kedua: Sifat tersebut tidak menyentuh semua orang Yahudi, tetapi hanya yang sebagian dari mereka, seperti bunyi ayat QS. al-Maidah, yakni yang durhaka menyangkut ketentuan tentang hari Sabtu (1) , seperti bunyi ayat QS. al-Baqarah di atas. Memang al-Qur’an menyatakan mereka tidak sama, yakni ada yang baik dan ada juga yang buruk (baca antara lain: QS. Ali Imran [3]: 75 dan 103).

Ketiga: Sebenarnya apa yang dijelaskan oleh al-Qur’an tentang pengubahan fisik atau sifat itu, diketahui sepenuhnya oleh pemuka- pemuka agama orang-orang Yahudi, sebagaimana diisyaratkan oleh penggalan awal firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar” (QS. al- Baqarah [2]: 65).

Sekali lagi, jika bukan karena aneka penderitaan besar yang dialami oleh penduduk Palestina akibat perbuatan orang-orang Yahudi di Israel, maka dapat diduga keras bahwa ucapan bocah perempuan itu tidak akan terdengar. Demikian, wa Allah a‘lam.


NB:
1)Hari Sabtu adalah hari yang ditetapkan Allah bagi orang-orang Yahudi – sesuai usul mereka – sebagai hari ibadah yang bebas dari aktivitas duniawi. Mereka dilarang mengail ikan pada hari itu. Tetapi, sebagian mereka melanggar dengan cara yang licik. Mereka tidak mengail, tetapi membendung ikan dengan menggali kolam sehingga air bersama ikan masuk ke kolam itu. Peristiwa ini – menurut sementara mufasir – terjadi di salah satu desa kota Aylah yang kini dikenal dengan Teluk Aqabah. Kemudian setelah hari Sabtu berlalu, mereka mengailnya. Allah murka terhadap mereka, maka Allah berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina terkutuk”.

(Bersambung ke Ayat Ketiga)
Diambil dari : “Ayat-Ayat Fitna” oleh M. Quraish Shihab.


Saturday, December 6, 2008

MELURUSKAN FITNA - BAGIAN 1


Buku “Ayat-Ayat Fitna” bukanlah sanggahan terhadap film “Fitna” karya Geert Wilders Ketua Fraksi Parta Kebebasan (PVV) dari Belanda. Film itu terlalu buruk untuk memperoleh tanggapan. Sangat jauh dari objektivitas dan persyaratan ilmiah juga tidak memiliki unsur seni atau ajakan kepada hubungan harmonis, kata M. Quraish Shihab sang penulis buku.
Buku ini sekedar menunjukkan kepada umat Islam dan siapa pun yang hendak mengenal Islam bahwa sesungguhnya ajaran Islam sangat bertolak belakang dengan yang disuguhkan. Berikut adalah ayat pertama dari lima ayat yang dikutip oleh Geert Wilders.

AYAT PERTAMA
QS. AL-ANFAL [8]: 60

Photobucket

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). QS.AL- ANFAL [8] : 60


Ayat pertama yang diputarbalikkan oleh film Fitna adalah QS. al-Anfal [8]: 60, yang dijadikan bukti bahwa ajaran Islam memerintahkan kaum Muslim melakukan teror. Ayat tersebut dibacakan dalam film itu sampai dengan (Photobucket
) wa‘aduwakum /dan musuh kamu, dengan terjemahannya yang menyatakan: ”Prepare for them whatever force and cavalry ye are able of gathering to strike terror into the hearts of the enemies of Allah and your enemies.”

Itu disusul dengan penayangan rekaman serangan pesawat yang menghancurkan
menara kembar World Trade Center New York, 11 September 2001, serta rekaman korban pengeboman di Madrid dan London, guna dijadikan bukti bahwa al-Qur’an memang memerintahkan untuk melakukan teror.

Pertama yang perlu digarisbawahi adalah penerjemahan kata turhibun dengan teror. Pada hakikatnya kata turhibun terambil dari kata (Photobucket
) rahiba yang berarti takut/gentar. Ini bukan berarti melakukan teror. Memang dalam perkembangan bahasa Arab dewasa ini teror dan teroris ditunjuk juga dengan kata yang seakar dengan kata tersebut, yakni irhab/ terorisme atau teroris_. Tetapi perlu dicatat bahwa pengertian semantiknya serta penggunaan al-Qur’an bukan seperti yang dimaksud oleh kata itu dewasa ini. Perlu juga digaris bawahi bahwa yang digentarkan bukan masyarakat umum, bukan juga orang-orang yang tidak bersalah, bahkan bukan semua yang bersalah, tetapi yang digentarkan adalah musuh agama Allah dan musuh masyarakat.

Ayat di atas tidak dapat dipahami secara benar jika dipisahkan dari uraian ayat-ayat sebelumnya yang dimulai dari ayat 55 hingga ayat 59. Di sana Allah berfirman:
Photobucket
Photobucket

Sesungguhnya seburuk-buruk binatang di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman_ [55], (yaitu) orang- orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, kemudian mereka mengkhianati perjanjian mereka setiap kali, dan mereka tidak bertakwa_ [56]. Maka setiap kali engkau menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah siapa yang di belakang mereka, supaya mereka mengambil pelajaran_ [57]. Dan jika engkau benar-benar khawatir pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah (sampaikan pembatalan perjanjian itu) kepada mereka dengan seimbang. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat_ [58]. Dan janganlah orang-orang yang kafir mengira, dapat lolos. Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah)_ [59].

Setelah ayat-ayat di atas, barulah datang ayat 60 yang diputarbalikkan itu.

Seperti terbaca di atas, ayat 55 berbicara tentang seburuk-buruk binatang, yakni manusia-manusia kafir yang tidak beriman yang dijelaskan oleh ayat 56 bahwa yang dimaksud adalah mereka yang setiap kali mengikat perjanjian, setiap kali itu juga mereka mengingkarinya. Mereka itulah yang oleh ayat 57 dinyatakan bahwa bila mereka ditemui

dalam peperangan—sekali lagi dalam peperangan—agar diceraiberaikan bersama siapa yang di belakang mereka supaya mereka mengambil pelajaran. Anda perhatikan mereka

tidak dibunuh, tetapi diceraiberaikan dan tujuannya adalah agar mereka mengambil pelajaran.

Selanjutnya ayat 58 mengingatkan agar tidak menyerang pihak yang berkhianat dalam perjanjiannya kecuali setelah membatalkan perjanjian itu dan menyampaikan pembatalannya kepada mereka dengan penyampaian yang tegas. Menyerang tanpa menyampaikan pembatalan perjanjian adalah salah satu bentuk pengkhianatan yang terlarang, walau terhadap musuh sekalipun.

Ayat 59 masih berbicara tentang mereka dan yang serupa dengan mereka. Di sana mereka diperingatkan agar tidak mengira bahwa mereka dapat lolos dari kepungan dan siksa Allah swt. Nah, setelah uraian di atas, datanglah ayat 60 yang diputarbalikkan maknanya itu oleh film Fitna itu bertujuan menampik kesan yang dapat muncul akibat pernyataan ayat 59 yang menegaskan bahwa musuh-musuh Allah itu tidak akan dapat lolos dari siksa.

Nah, karena ketika itu boleh jadi timbul kesan bahwa kaum Muslim boleh berpangku tangan menghadapi musuh, maka ayat 60 menghapus kesan tersebut melalui penegasan-Nya yang menyatakan bahwa: Dan di samping memorak-morandakan yang telah berkhianat serta membatalkan perjanjian yang dijalin dengan siapa yang dikhawatirkan akan berkhianat, kamu juga— wahai kaum Muslim—harus memerhatikan hukum sebab dan akibat, karena itu siapkanlah untuk menghadapi mereka yakni musuh- musuh kamu apa yang kamu mampu menyiapkannya dari kekuatan apa saja dan dari kuda-kuda yang ditambat (pasukan kavaleri) untuk persiapan menghadapi peperangan.

Lebih jauh ayat 60 tersebut menjawab lagi pertanyaan yang dapat muncul, seperti

Mengapa kami harus mempersiapkan kekuatan padahal Engkau Ya Allah yang menganugerahkan kemenangan?_ Pertanyaan itu dijawab bahwa tujuan persiapan adalah agar kamu menggentarkan musuh Allah, musuh kamu dan menggentarkan pula dengan persiapan itu, atau dengan gentarnya musuh- musuh Allah dan musuh kamu itu orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui siapa mereka baik karena mereka munafik maupun suku dan bangsa yang bermaksud menindas kamu. Allah mengetahui mereka kapan dan di mana pun mereka berada.

Selanjutnya, karena persiapan untuk membela kebenaran dan nilai Ilahi memerlu- kan biaya, maka ayat ini memerintahkan untuk menafkahkan harta sambil mengingatkan bahwa apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah walau sekecil apa pun niscaya akan dibalas dengan cukup kepada kamu dan kamu tidak akan dianiaya yakni dirugikan walau sedikit pun, bahkan Allah akan menambah sesuai kemurahan Allah dan niat serta upaya masing-masing.

Itulah pesan ayat 60, tetapi oleh Fitna” ayat tersebut diartikan sebagai perintah melakukan teror.

Firman-Nya: Untuk menggentarkan musuh-musuh_ menunjukkan bahwa kekuatan yang dipersiapkan itu bukan untuk menindas atau menjajah, tetapi untuk menghalangi pihak lain yang bermaksud melakukan agresi. Tujuan dari persiapan kekuatan sama dengan apa yang dinamai oleh pakar-pakar militer dewasa ini dengan deterrent effect. Ini karena yang bermaksud jahat, bila menyadari kekuatan yang akan dihadapinya, ia akan berpikir seribu kali sebelum melangkah.

Perlu ditambahkan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa al-Qur’an menggunakan kata quwwah/kekuatan_ dalam berbagai bentuknya adalah dalam arti kekuatan untuk menghadapi pembangkang, tetapi bukan untuk menganiaya, tidak juga untuk memusnahkan, bahkan tidak menggunakannya tetapi sekadar memamerkan untuk menggentarkan musuh. Karena itu, penggunaan kekuatan sedapat mungkin dihindari, dan kalau pun digunakan, ia digunakan untuk menghadapi musuh Allah, musuh masyarakat. Musuh adalah yang berusaha untuk menimpakan mudharrat kepada yang dia musuhi. Adapun yang tidak berusaha untuk itu, maka ia tidak perlu digentarkan. Selanjutnya perlu dicatat bahwa penggunaan senjata untuk membela diri, wilayah, agama, dan negara sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan teror. Demikian, Wa Allah A’lam.

(Bersambung ke Ayat Kedua)

Diambil dari : “Ayat-Ayat Fitna” oleh M. Quraish Shihab.