Sunday, September 16, 2007

Malaysia : Jiran Tapi Seteru

Tahun 60-an siapa yang mengenal Malaysia sebagai Negara yang pantas disegani? Sedangkan tenaga guru berkualitas saja mereka minta bantuan dari Indonesia. Tapi itu dulu bung, dua puluh tahun kemudian, kitalah yang mati-matian minta bea siswa agar bisa sekolah di Negara tersebut. Kualitas pendidikan mereka sekarang jauh lebih baik dari pada kebanyakan sekolah / perguruan tinggi di Indonesia.

Dulu, Pertamina dengan gagahnya menerima insinyur-insinyur magang dari Petronas serta calon-calon ahli perminyakan di negeri jiran itu. Tapi sekarang? Pertamina nggak ada apa-apanya bila dibandingkan Petronas-nya Malaysia.

Cepat sekali mereka berkembang mendahului kita namun cepat pula mereka bersikap pongah dan sombong.

Tenaga kerja Indonesia yang umumnya berkualitas rendah hanyalah bahan bulan-bulanan bagi mereka. Penerapan standar ganda dalam perekrutan tenaga kerja memang sangat santer diberitakan seiring santernya bantahan dari pemerintah Malaysia tentang standar ganda tersebut. Di satu sisi, undang-undang mereka menegaskan keberpihakan pada tenaga kerja legal atau resmi namun dalam praktek, tenaga kerja illegal ternyata lebih mudah mendapatkan akses masuk ke Negara itu. Karena mempekerjakan tenaga illegal berarti mengirit biaya dan bisa memperlakukan mereka dengan seenaknya dari tidak dibayarnya gaji tenaga kerja, diperkosa oleh majikan, hingga dibunuh bila memang diperlukan. Toh akhirnya kasusnya juga akan menguap begitu saja. Belakangan, tenaga kerja resmi pun tak terlindungi oleh hukum di Negara yang serumpun dengan Indonesia itu. Banyak kasus-kasus yang seolah hilang ditelan bumi bila menempatkan orang Indonesia sebagai korbannya.

Tidak hanya urusan tenaga kerja saja mereka berani kurang ajar pada kita, untuk urusan kedaulatan Negara-pun mereka sudah berani usik-usik.

Di era Presiden Megawati Soekarno Putri, kita tentu ingat kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang tiba-tiba jatuh ke tangan Malaysia setelah melewati Mahkamah Internasional. Kita betul-betul kecolongan dan merasa dipecundangi saat itu. (Anehnya, Megawati kok berani mencalonkan diri sebagai calon presiden lagi di tahun 2009 ya..? apa tidak malu tuh..)

Keberhasilan merebut pulau Sipadan menyulut Malaysia menjadi semakin percaya diri dengan mencoba meraih pulau Ambalat dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Gila nggak tuh…?!). Untunglah upaya itu sampai saat ini tidak berhasil terlaksana. Sedetik saja kita lengah, satu lagi pulau kita akan hilang dari pangkuan bumi pertiwi.

Hanya segitukah tingkah gila Malaysia pada kita? Jawabannya : Tidak !!

Belakangan, wasit karate Indonesia (yang notabene mewakili Negara dalam event resmi) dihajar habis-habisan oleh beberapa orang polisi Malaysia tanpa alasan jelas. Sudah begitu, mereka menolak minta maaf atas perlakuan tidak menyenangkan tersebut yang akhirnya menyulut amarah semua warga Negara Indonesia di tanah air. Kalaupun akhirnya, permohonan maaf itu jadi disampaikan, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kita saat ini diremehkan dan dianggap tidak memiliki wibawa apapun di mata dunia internasional.

Saudara-saudara…

Asal tahu saja, tanpa kita sadari, orang-orang Malaysia telah membajak batik-batik tradisional kita untuk dijual di Negara lain. Mereka mengklaim bahwa itu adalah batik Malaysia bukan batik dari Indonesia. Nah loh…!!

Kata seorang teman, minat orang-orang eropa dan afrika terhadap batik Malaysia (baca : bajakan dari Indonesia) ternyata cukup tinggi. Apa iya? Gitu pikir saya. Lalu saya coba iseng-iseng menggunakan software Goodkeywords untuk melihat popularitas batik Malaysia di internet dan ternyata, Batik Malaysia itu menempati posisi pertama dalam pencarian dengan kata kunci Batik. Gilaaaa nggaaaaak tuuuuh…?! Haloo…itu batik Indonesia bro…bukan batik Malaysia.

Udah cukup segitu? Belum! Masih ada lagi.

Angklung sebagai alat musik tradisional dari Indonesia diklaim sebagai alat musik asli dari Malaysia. Saya mendengarnya dari Liputan 6 SCTV siang tadi di TV tentunya. Apakah hal ini mau dibiarkan gitu aja..?

Sobat, dulu saya menganggap slogan GANYANG MALAYSIA dari Presidan Soekarno adalah sesuatu yang berlebihan dan keterlaluan. Tapi sekarang, sudah saatnya kita berkata TIDAK ! pada Malaysia demi menjaga integritas bangsa Indonesia tercinta.



0 comments: