Tuesday, September 4, 2007

ATAS BIAYA DINAS

Kata para pakar perilaku konsumen, umumnya saat kita mendapatkan pelayanan yang memuaskan dari seseorang atau dari sebuah institusi, kita cenderung untuk diam saja sambil sesekali menceritakan pengalaman kita pada orang lain. Tapi perilaku yang ama tidak berlaku bila suatu ketika kita mendapatkan pelayanan yang buruk dan mengecewakan. Tak perlu waktu lama untuk menceritakan keburukan itu pada semua orang yang kita kenal bahkan yang tidak kenal pun kebagian ceritanya. Tidak adil? Iya memang itulah perilaku sehari-hari kita sebagai manusia biasa.

Lalu muncul sebuah pertanyaan :

Kapan terakhir kali Anda menceritakan kejujuran atau kebaikan seseorang kepada orang lain? Pertanyaan ini bisa jadi susah untuk dijawab atau sebaliknya tergantung dari kebiasaan Anda sendiri.

Surabaya adalah tempat yang sangat jauh dari Klaten tempat tinggal saya. Tapi ada cerita menarik dari sana tentang kejujuran Surabaya Plaza Hotel dalam menegakkan nilai-nilai etis yang pantas untuk ditiru pengelola hotel lainnya.

Hehehe... bukan bermaksud promosi sih, lha wong saya juga tidak bekerja disana dan tidak punya teman atau keluarga yang bekerja disana. Menginap disana juga belum pernah. Hanya tertarik untuk menjawab pertanyaan diatas tadi.
Mari kita simak

Surabaya Plaza Hotel menerapkan aturan yang langka di jaman sekarang. Mereka menuliskan di wilayah reception sebuah surat pemberitahuan yang kira-kira berbunyi :Hotel kami tidak bersedia menerbitkan kuitansi yang tidak sesuai dengan fakta konsumsi jasa yang benar-benar digunakan oleh tamu hotel.

Asal tahu aja, praktik gross-up kuitansi dan penerbitan kuitansi palsu oleh banyak hotel adalah hal yang biasa dilakukan. Peminat kuitansi semacam itu adalah para tamu hotel bermotif bisnis yang menginap dengan fasilitas Biaya Dinas. Sehingga, pihak pemberi tugas harus membayar lebih mahal, sedangkan biaya dinas untuk akomodasi dan konsumsi bisa dijadikan tambahan penghasilan. Ada juga motif lain seperti misalnya, tugas kerja 4 hari, menginap di hotel hanya 1 malam lalu minta kuitansi palsu agar ditulis menginap selama 4 hari. Selebihnya ia bermalam di rumah saudaranya di kota tersebut.

Pada minggu-minggu pertama kejujuran pihak Surabaya Plaza Hotel itu mendapat cibiran. Beberapa tamu batal check in atau mempersingkat kunjungan masa tinggalnya. Namun setelah beberapa bulan, mulai terlihat kenaikan occupancy rate secara konsisten dan signifikan. Ternyata, ini adalah kebijakan para employer yang biasa mengirimkan para karyawannya sebagai tamu di hotel tersebut. Para pemilik usaha mulai tegas memerintahkan karyawannya agar menginap di hotel tersebut bila sedang menjalankan tugas di kota Surabaya karena pertimbangan adanya jaminan kebenaran tagihan dan pengendalian biaya.

Wow...keren.

Kita, para orang-orang jujur pantas mendukung langkah yang diterapkan oleh Surabaya Plaza Hotel agar tetap konsisten di jalur yang etis dalam berbisnis. Faktanya, hal itu tidak membuat mereka menjadi hancur tapi justru mendapat acungan jempol dan kepercayaan dari banyak orang.

Jika Surabaya Plaza Hotel menjadi semakin populer karena postingan saya ini, anggap saja itu adalah buah dari sebuah kejujuran mereka sendiri.

Sekarang ini mulai banyak para pemilik usaha yang coba-coba menguji kejujuran pihak hotel. Mereka menginap sebentar lalu minta kuitansi palsu. Kalau berani ngasih kuitansi palsu, jangan harap dia akan kembali ke hotel itu.

Dan...

Kapan terakhir kali Anda menceritakan kejujuran atau kebaikan seseorang kepada orang lain?


0 comments: