Thursday, August 2, 2007

HERMAWAN KERTAJAYA DAN EKONOMI ISLAM


Saat iseng-iseng membuka koleksi file-file di komputer, Ee…gak nyangka nemu tulisan ini di hard disk. Sebuah tulisan yang pernah dikirimkan seorang kawan lewat e-mail kira-kira setahun (atau dua tahun) yang lalu. Saya pikir daripada disimpan terus dan karatan, mendingan disebar luaskan aja. ya nggak..?


Guru marketing Hermawan Kartajaya ternyata sudah beberapa lama bergaul dengan praktisi keuangan syariah. Ia mulai fasih mengatakan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin. Beragama Katolik, Hermawan malah berniat ikut dalam mengembangkan nilai marketing Islami. Berikut petikan wawancara sesaat setelah peluncuran buku Sharia Marketing di Jakarta.

Sebetulnya apa beda marketing syariah dan konvensional?


Dalam dunia marketing itu ada istilah kelirumologi. Itu lho sembilan prinsip yang disalah artikan. Misalnya marketing diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya. Atau marketing yang yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak bagus. Atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan belanja. Itu salah satu kelirumologi ( merujuk istilah yang dipopulerkan Jaya Suprana). Marketing syariah itu mengajarkan orang untuk jujur pada konsumen atau orang lain. Nilai syariah mencegah orang (marketer) terperosok pada kelirumologi itu tadi. Ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar. Apalagi jika ia Muslim.

Apakah nilai marketing syariah bisa diterapkan umat lain?


Lha ya nilai Islam itu universal. Rahmatan lil alamin. Begitu kan istilahnya. Nabi Muhammad itu menyebarkan ajaran Islam pasti bukan hanya untuk umat Islam saja. Jadi tidak apa-apa jika nilai marketing syariah ini inisiatif orang Islam supaya bisa menginspirasikan orang lain. Makin banyak non-Muslim yang ikut menerapkan nilai ini, makin bagus. Saya ikut meng endorse marketing syariah. Soal jujur itu kan universal. Jadi marketing syariah harus diketahui orang lain dalam rangka rahmatan lil alamin itu.

Apa nilai inti marketing syariah?


Integrity atau tak boleh bohong. Transparansi. Orang kan tak boleh bohong. Jadi orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya. Itu jika konsep marketing dijalankan secara benar.

Bagaimana muasal perkembangan nilai spiritual dalam marketing


Sejalan dengan perkembangan dunia. Setelah September attack, orang melihat IQ dan EQ saja tidak cukup. Harus ada SQ, spiritual quotient.

Apakah nilai marketing syariah ini akan bertahan?


Ya pasti sustain. Karena prinsip dasarnya kejujuran. Ini yang dibutuhkan semua orang. Apalagi setelah kasus seperti Enron, Worldcom dan lainnya. Orang melihat bisnis itu harus jujur.

Lalu di mana peran ilmu marketing dalam konsep syariah


Syariah mengendorse marketing dan marketing mengendorse syariah. Ilmu marketing menyumbangkan profesionalitas dalam syariah. Karena jika orang marketing tidak profesional, orang tetap tidak percaya. Lihat saja bagaimana investor Timur Tengah belum mau investasi di Indonesia, meski negara ini populasinya mayoritas Muslim. Karena mereka tidak yakin dengan profesionalitas kita.

Jadi, jujur saja tidak cukup.


Bukankan nilai kejujuran dan transparansi itu diajarkan semua agama


Ya. Memang semua agama mengajarkan nilai itu. Tapi jangan lupa bahwa islam itu rahmatan lil alamin. Jadi, ada titik singgung. Bukankah lebih baik mencari yang serupa dari pada memperkarakan yang berbeda. Jika begitu hidup kita damai. Menurut saya, tak mengapa kita sebut marketing syariah. Karena mayoritas populasi di Indonesia itu Muslim. Jadi nilai syariah yang kita kedepankan. Kita mulai di sini, di Indonesia. Ada bagusnya jika yang meng endorse itu orang Islam, bukan yang lain.

Setelah nilai spiritual konsep apa lagi yang akan mengemuka dalam dunia bisnis?

Millenium. Orang mencari keseimbangan. Maksudnya orang berbisnis itu harus menjaga kelangsungan alam, tidak merusak lingkungan. Berbisnis juga ditujukan untuk menolong manusia yang miskin dan bukan menghasilkan keuntungan untuk segelintir orang saja. Nilai-nilai ini ke depan akan mengemuka. Sekarang pertemuan para praktisi marketing mulai mengarah ke sana.

Setelah mengenal Islam, apa pendapat Anda tentang nilai yang diajarkan


Islam agama yang universal dan komprehensif. Guidance-nya lengkap. Ada petunjuk untuk seorang pedagang, kepala negara, seorang anak, panglima perang dan semuanya. Ada diatur secara lengkap. Di atas semua itu saya melihat Islam itu ajaran yang damai dan indah. Ajaran Islam bisa dipakai semua orang. Itu kesan saya dan mengapa saya mau mempelajari nilai Islam untuk dikembangkan dalam konsep marketing. Saya sekarang menjadi aktivis lingkungan dan nilai-nilai.

Itulah pendapat Bung Hermawan soal Ekonomi Islam yang menurut Gus Dur adalah “Kapitalisme gaya baru”. (Wuih..! keras deh. What do you think?).

Hermawan Kertajaya adalah seorang pakar marketing yang telah diakui kredibilitasnya. Nggak hanya di Indonesia lho…Beliau pernah pula menyabet gelar 50 gurus who have shaped the future of marketing oleh CIM-UK, bersama satu wakil Asia lainnya , Yakni Kenichi Ohmae dari Jepang pada tahun 2003. Artinya, dengan nama besar seperti itu, Hermawan Kertajaya tidak asal bicara.

Sebagai pedagang kelas kecil, Saya punya pengalaman pribadi tentang masalah ini. Tapi sebelumnya jangan kaget apalagi sewot bila tidak berkenan di hati.

Beberapa bulan lalu, secara mendadak saya butuh dana beberapa juta rupiah yang harus cair dalam lima hari. Pas gak ada duit lagi. Wah, gawat !!. Biar tidak kehilangan peluang, saya pinjam kendaraan ibu saya untuk di sekolahkan di Lembaga Keuangan. Kebetulan ibu saya punya tabungan di sebuah BPR (konvensional) dan sebuah BMT (Syariah).

Pertama, saya datang ke BMT mengajukan pinjaman. Ternyata, prosedur pengajuan pinjaman di BMT antara nasabah dan bukan nasabah diperlakukan sama (Hiks..). Saya harus mengisi formulir, mendapat persetujuan dari RT/RW setempat, persetujuan Takmir Masjid atau tokoh masyarakat, udah begitu tempat usaha saya nanti akan di survey dan harus menunggu selama satu minggu untuk diputuskan diterima atau ditolak.

Kok saya tahu perlakuan antara nasabah dan bukan nasabah sama? Sekitar tiga tahun yang lalu, saya pernah pula mengajukan pinjaman sebagai nasabah baru ke BMT lain yang ternyata prosedurnya sama persis. Setelah menunggu seminggu, permohonan saya ditolak dengan alasan usaha peternakan sedang tidak diprioritaskan saat itu (Aah…Bilang dong dari dulu !). Lucunya lagi, tokoh masyarakat yang menandatangani surat permohonan saya adalah salah satu tokoh yang mengelola BMT tersebut. Jadi tambah aneh kan..?

Singkat cerita, saya batalkan rencana itu dan mencoba beralih mendekati BPR. Hasilnya, begitu mengenali nama ibu saya (nama ibu saya memang pendek, jadi tidak punya nama besar hehe…), mereka langsung sigap. Set..set..set..semua berkas disiapkan. Mereka bahkan mau datang ke rumah untuk membereskan syarat yang belum beres. Dua hari kemudian uang sudah ada di tangan saya tanpa pakai survey (karena sudah percaya) dan tidak pake syarat aneh-aneh.

Setelah itu, saya tidak pernah lagi main apalagi berurusan dengan BMT Syariah. Nah…gimana dengan Bank besar macam Bank Muamalat atau Bank Syariah Mandiri misalnya. Jujur saja saya belum pernah berurusan dengan Bank Syariah besar, jadi tidak bisa kasih comment. Dalam hati saya sebenarnya masih percaya system Ekonomi Syariah itu bagus. Lha wong saya sendiri kuliah di fakultas ekonomi, diajarkan ekonomi islam 4 SKS (sedikit ya..), punya beberapa buku tentang ekonomi islam dan juga Aktivis ormas Muhammadiyah gimana nggak percaya tentang ampuhnya system ini. Tapi Rahmatan lil Alamin kan harus diimbangi pula dengan Manajemen yang baik kan? Kalau manajemennya seperti itu, mungkinkah terwujud Rahmatan lil Alamin lewat Ekonomi Islam? Wallaahu a’lam Bishawab. Please comment.


0 comments: